Saat ini terdapat 827,6 juta orang yang tinggal di kawasan kumuh tanpa akses air minum dan sanitasi yang memadai pula. Kondisi buruk seperti ini memicu berjangkitnya berbagai macam penyakit. Menurut Jacques Diouf, direktur jenderal organisasi pangan dan pertanian dunia (FAO), saat ini memang penggunaan air di dunia naik dua kali lipat lebih dibandingkan dengan seabad silam yang lalu, namun ketersediaannya justru akan menurun. Akibatnya, sehingga terjadilah kelangkaan air yang harus ditanggung oleh lebih dari 40 persen penduduk di bumi. Kondisi ini akan kian parah menjelang tahun 2025 mendtang karena 1,8 miliar orang akan tinggal di kawasan yang mengalami kelangkaan air secara absolut.
Ancaman krisis air juga semakin nyata di hadapan kita. Kerusakan lingkungan atas penggundulan hutan karen penyebab utama kekeringan dan kelangkaan air bersih. Kawasan hutan yang selama ini menjadi daerah tangkapan air tersebut (catchment area) mengalami penurunan kualitas dan kuantitas karena penebangan liar yang semakin marak terjadi. Laju kerusakan di semua wilayah sumber air semakin cepat pula, baik karena penggundulan di hulu, dihilir maupun pencemaran pada sepanjang DAS. Kondisi ini tidak saja sebagai ancaman serius sebagai potensi wilayah sumber air sebagai sumber penyediaan air bersih namun juga mengancam potensi flora dan fauna di bumi.
WHO (World Health Organization) sebagai Badan Kesehatan Dunia telah memberikan peringatan bahwa 1,6 juta orang tewas akibat meminum air yang tercemar, kecuali bila pemerintah telah melakukan upaya bersama untuk menjernihkan pasokan air tersebut. Sebanyak 1,1 milyar (sekitar 16.5%) penduduk dunia tidak akan mempunyai akses terhadap air minum dan 2,4 milyar (sekitar 35.8%) penduduk dunia juga tidak dapat mempunyai akses terhadap sanitasi yang memadai pula. Sudah saatnya secara bersama Pemerintah dan masyarakat bersama melakukan perbaikan dan pemeliharaan lingkungan secara terus menerus. Untuk tidak lagi mengulangi kesalahan yang sama hampir pada setiap tahun kekeringan dimusim kemarau dan banjir dimusim hujan. Sebagaimana terjadi pada tahun 2003, defisit air terjadi di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara hingga sebesar 13,4 milyar meter kubik. Kondisi kualitas air yang akan terus cenderung menurun masih ditambah dengan budaya masyarakat yang juga menganggap sungai dan danau sebagai tempat pembuangan limbah padat,sampah, cair, atau air limbah lainnya menjadi faktor utama kelangkaan air.
Bagaimana cara mengatasi krisis air di Indonesia?
Pemenuhan air bersih dan sanitasi yang juga merupakan domain negara/pemerintah. Pada umumnya kota-kota besar di Indonesia saat ini sudah terlihat kedodoran dalam memenuhi kebutuhan air bersih dan sanitasi bagi warganya tersebut. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, misalnya, pada saat ini baru mampu memasok 62 persen dari kebutuhan yang ada pula. Dari angka 62 persen itu pun juga banyak yang belum memenuhi standar pelayanan yang begitu minimal. Untuk mengatasi permasalahan air ini, pemerintah kota di Indonesia juga dapat mencontoh berbagai pendekatan yang sudah ditempuh pemerintah kota pada sejumlah negara, seperti Accra (Ghana), Lima (Peru) ,Alexandria (Mesir), Belo Horizonte (Brasil), Granada (Nikaragua), dan Zaragoza (Spanyol).Kota-kota tersebut telah mengutamakan peningkatan akses kepada sistem pada suplai air, peningkatan akses ke fasilitas sanitasi, air bersih untuk warga miskin, dan partisipasi sosial masyarakat, manajemen permintaan, peminimalan kehilangan, juga peningkatan kesadaran melalui pendidikan. Proyek percontohan yang telah dan pernah dilakukan di Alexandria fokus pada perbaikan pada infrastruktur dasar air minum dan pada saluran air kotor (drainase) serta telah menghadirkan sebuah model baru bagaimana mengimplementasikan manajemen air perkotaan yang terintegrasi (integrated urban water management). Aktivitas yang juga ditempuh antara lain menggunakan peralatan penghemat air serta memanfaatkan sumber air alternatif untuk pengamanan kualitas air minum dengan memanfaatkan air tanah untuk irigasi areal hijau tersebut.
Upaya lain yang telah ditempuh adalah denganmeminimalkan kehilangan air dari jaringan pipa dengan cara memperbaiki dan memasang instalasi pengukur meter air yang baru pula. Pemantauan dilakukan secara reguler terhadap produksi air dan pengiriman ke lain wilayah-wilayh indonesia, termasuk menindak lanjuti permintaan dan kehilangan air bersih. Aktivitas lain yang ditempuh untuk mengatasi permasalahan air pada perkotaan besar adalah dengan cara melakukan pemanenan air hujan. Di Anne Frank and Pedro Guerra Schools di Belo Horizonte, ada sebuah proyek percontohan yang memfokuskan pada penyimpanan dan cara penggunaan air hujan untuk irigasi kebun, lahan komoditas pertanian juga, serta untuk menyiram halaman sekolah. Demonstrasi seperti ini sangat baik untuk ajang pendidikan bagi siswa yang menyangkut berbagai isu tentang air (konsumsi, pemanfaatan, penghematan, dan kualitas air).
Gerakan hemat air perlu juga perlu digalakkan kembali di semua sendi kehidupan. Gerakan ini dapat dimulai dari hal-hal yang sangat kecil, misalnya dengan cara memanfaatkan ulang air buangan untuk menyiram sebuah tanaman di halaman atau untuk mengguyur toilet, bahkan juga pada kegiatan ekonomi tersebut yang paling banyak membutuhkan air, yaitu pada sektor pertanian. Kampanye more crop per drop (makin banyak tanaman dengan setitik air) perlu jugadimasyarakatkan kepada petani melalui berbagai teknologi budidaya yang lebih hemat air.
Baca Juga : Tiips-bagaimana-cara-mengatasi-banjir
0 Response to "Krisis Air Dan Cara Mengatasi Krisis Air"
Posting Komentar